Pengertian Jual Beli dalam Pandangan Syariah
Menurut pandangan Syariah, jual beli atau perdagangan merujuk pada pertukaran harta dengan harta untuk keperluan pengelolaan yang disertai dengan lafal ijab dan qabul menurut tata aturan yang ditentukan dalam syariat Islam. Dalam bahasa Arab, jual beli atau perdagangan ini sering disebut dengan kata al-bay’u, atau al-tijarah.
Beberapa Praktik Jual Beli dan Pandangannya Menurut Syariah
Dalam Islam, terdapat berbagai macam jual beli yang diakui dan diatur berdasarkan hukum syariah. Beberapa jenis jual beli yang akan dibahas pada kesempatan kali ini adalah Murabahah, Salam, Istishna, dan Ijarah. Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini:
Jual Beli Istishna
Jual beli Istishna adalah jenis transaksi jual beli yang melibatkan pemesanan atau pesanan barang yang akan dibuat sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Dalam Istishna, pembeli memberikan pesanan kepada penjual untuk membuat barang dengan spesifikasi tertentu. Penjual akan bertanggung jawab untuk membuat barang tersebut sesuai dengan pesanan. Istishna biasanya digunakan dalam transaksi pembuatan bangunan, seperti rumah, gedung, atau proyek konstruksi lainnya.
Jual beli Ijarah adalah jenis transaksi jual beli yang melibatkan penyewaan atau penggunaan barang untuk jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa yang disepakati. Dalam Ijarah, penyewa (pembeli) membayar sewa kepada pemilik (penjual) untuk menggunakan barang yang disewakan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Contoh umum penggunaan Ijarah adalah sewa kendaraan, rumah, atau mesin.
Sebagai umat muslim, penting untuk mempelajari dan memahami hukum-hukum Syariah terkait jual beli agar dapat mengambil keputusan yang tepat dalam bertransaksi. Maka dari itu, dalam upaya mencerahkan masyarakat untuk menerapkan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam, Prudential Syariah mendirikan Sharia Knowledge Centre (SKC) yang merupakan kanal informasi, inovasi, dan kolaborasi seputar ekonomi Syariah.
Sharia Knowledge Centre (SKC) bertujuan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan Syariah sekaligus untuk bergotong-royong memajukan ekonomi Syariah dan menjadikan Indonesia sebagai pusat perkembangan ekonomi Syariah global.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Sharia Knowledge Centre (SKC) bekerja sama dengan berbagai pemain industri ekonomi Syariah melalui berbagai program kemitraan strategis. Anda bisa mendapatkan informasi seputar edukasi Syariah dengan mengunjungi Sharia Knowledge Centre (SKC) oleh Prudential Syariah.
Sumber Hukum Jual Beli Syariah
Perdagangan atau jual beli merupakan akad yang diperbolehkan menurut Al-Qur’an, sunnah, dan ijmak ulama, sehingga hukum asal dari kegiatan jual beli adalah mubah atau boleh. Ini artinya, setiap umat muslim dapat melakukan akad jual beli ataupun tidak, tanpa ada efek hukum apa pun.
Adapun dasar disyariatkannya jual beli adalah sebagai berikut:
Aturan dasar dalam kegiatan perdagangan atau jual beli telah difirmankan oleh Allah melalui Qur’an Surah Al-Baqarah (2) ayat 275 yang artinya:
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Dari Rifa’ah bin Rafi’ melalui hadits riwayat Al-Bazzar dan ditashih oleh Hakim, Rasulullah pernah bersabda mengenai hukum keberadaan kegiatan jual beli:
“Dari Rifa’ah bin Rafi’ Ra. bahwasanya Rasulullah pernah ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab, seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.”
Kata mabrur yang dimaksudkan di dalam hadits ini adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu yang dapat merugikan orang lain.
Objek yang Diperjual Belikan bukan Barang Haram atau Terlarang
Syarat berikutnya adalah objek yang diperjual belikan haruslah barang yang halal. Barang yang dijual tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dan tidak bertentangan dengan hukum Islam. Misalnya, jual beli barang haram seperti minuman keras, babi, atau barang curian.
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) angkat bicara terkait kelanjutan proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya setelah resmi dicoret dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, meski kereta semi cepat dicoret dari daftar PSN, bukan berarti proyek tersebut akan dihapuskan. Dia mengatakan, proyek tersebut tetap dilanjutkan dengan skema reguler, bukan PSN.
Adita juga mengatakan, proyek kereta semi cepat ini juga masih ada dalam daftar Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
“Dicoret dari PSN bukan berarti proyeknya dihapuskan. Ini [kereta semi cepat] tidak masuk dalam proyek yang mendapatkan perlakuan khusus sebagai PSN,” jelas Adita saat dikonfirmasi, Senin (12/2/2024).
Adita menuturkan, Kemenhub juga sudah melakukan pra studi kelayakan atau pre feasibility study (FS) kereta semi cepat. Namun, dia belum dapat memastikan kapan proyek ini akan dikembangkan ke tahap selanjutnya.
Dia mengatakan kelanjutan proyek ini masih harus menunggu koordinasi lintas sektoral dengan kementerian/lembaga terkait.
“Terkait tindak lanjutnya masih harus dibahas, diantaranya dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) serta Bappenas,” ujar Adita.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencoret 12 proyek dari daftar proyek strategis nasional (PSN) pada 2023. Salah satu proyek yang dicoret adalah kereta semi cepat Jakarta-Surabaya.
Asisten Deputi Percepatan dan Pemanfaatan Pembangunan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Suroto, menyampaikan ketetapan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.8/2023 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Suroto menjelaskan bahwa salah satu proyek yang Presiden Jokowi putuskan untuk keluar dari daftar proyek strategis nasional (PSN) pada 2023 adalah Kereta Semi Cepat Jakarta-Surabaya. Meski demikian, Suroto menegaskan bahwa proyek-proyek tersebut bukan berarti berhenti, melainkan tetap lanjut namun dengan skema regular.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peradaban Indus,[3] 2800 SM–1800 SM, merupakan sebuah peradaban kuno yang hidup sepanjang Sungai Indus yang sekarang merupakan wilayah Pakistan dan India barat.[4] Peradaban ini juga dikenal peradaban yang berpusat di kota Mohenjo Daro dan Harrapa.[5] Keruntuhan peradaban ini ditengarai disebabkan Sungai Saraswati Veda yang mengalami kekeringan pada sekitar akhir 1900 SM akibat tingkat radiasi matahari yang cukup tinggi sehingga memengaruhi curah hujan di sekitar lembah.[6][7] Para arkeolog mengungkapkan peradaban Lembah Indus merupakan peradaban kuno paling luas yang ditemukan setelah situs peradaban Mesopotamia dan Mesir. Pada tahun 1980 peradaban Lembah Indus ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO.[8] [1] [9]
Orang-orang Dravida atau penutur bahasa Proto-Dravida (leluhur dari Tamil, Telugu, Kannada, dan Malayalam) yang diperkirakan merupakan pendiri kota kuno ini sendiri masih menjadi perdebatan dikalangan para arkeolog.[10] Riwayat mereka tak dapat ditelusuri hingga sekarang. Bahasa dan aksara mereka dalam artefak-artefak yang ditemukan di sana masih sedikit yang dapat dipecahkan hingga sekarang.[11] Uniknya di kota tersebut tidak ditemukan bangunan untuk kegiatan religius dan tanda-tanda sistem kasta seperti kuil-kuil dan monumen besar yang megah.[12][13] Hal ini mengakibatkan para peneliti berspekulasi kalau masyarakat Mohenjo Daro dan Harappa merupakan peradaban yang hidup bergantung sepenuhnya pada ilmu pengetahuan (sudah meninggalkan praktik keagamaan) dan memiliki filosofi hidup yang tinggi (terlihat dari ketiadaan sistem kasta dalam hierarki sosial).[14] Berdasarkan dari peninggalan yang ditemukan, mereka merupakan salah satu peradaban yang sudah maju dengan adanya bukti timbangan dan ukuran yang sudah memiliki standar, ukiran cap, stempel perangko, tembikar dan telah mengenal teknik peleburan logam seperti tembaga, perunggu, dan timah.[11][15] Disamping itu Mohenjo Daro dan Harappa merupakan kota yang sangat berkembang, banyak rumah yang memiliki sumur dan kamar mandi serta sistem saluran air bawah tanah yang kompleks.[4][12][16]
Keruntuhan peradaban ini diduga disebabkan oleh perubahan iklim. Perubahan iklim pada masa itu menyebabkan zaman es kecil yang mengakibatkan musim kemarau menjadi lebih kering yang berdampak negatif terhadap pertanian. Hal inilah yang membuat masyarakat peradaban tersebut pindah ke desa-desa kecil di kaki bukit Himalaya. Selain itu pada saat yang sama datang peradaban Indo-Arya dengan membawa peralatan yang lebih canggih.[17] Bangsa Indo-Arya ini ditengarai menyerang masyarakat Lembah Sungai Indus karena di sekitar bekas kota ditemukan sisa kerangka yang seolah-olah menunjukkan bukti kuat adanya penyerbuan.[18] Dugaan lainnya dari keruntuhan peradaban ini adalah disebabkan oleh banjir karena kota ini tampaknya begitu padat penduduk dan banjir telah terjadi berulang kali,[18] namun sayangnya bukti ini dirasa kurang kuat karena tidak seluruh kota hancur oleh banjir.[12] Dugaan lainnya adalah karena perkembangan sosial budaya dari pertanian ke bidang lainnya sehingga kota ini kemudian ditinggalkan.[12]
Seiring berkembangnya tren hijrah, masyarakat mulai mencoba untuk memahami bagaimana peran ekonomi Syariah dapat meningkatkan taraf hidup, termasuk pemahaman tentang macam-macam jual beli yang diperbolehkan ataupun tidak diperbolehkan dalam Islam. Lalu, bagaimana dua hal ini dapat saling berkaitan dan mengapa penting untuk diketahui?
Di era sekarang yang saat ini banyak bermunculan berbagai metode dan jenis usaha untuk menghasilkan uang, umat muslim harus lebih berhati-hati terhadap kegiatan jual beli yang mengandung riba, serta tetap berpegang teguh mengaplikasikan kegiatan jual beli yang sesuai dengan syariat Islam.
Lantas, bagaimana macam-macam kegiatan jual beli sesuai syariah yang perlu Anda ketahui? Mari kita simak penjelasan berikut ini.
Penjual dan Pembeli Melakukan Transaksi Secara Sadar dan Ridha
Syarat pertama dalam jual beli dalam Islam adalah bahwa penjual dan pembeli harus melakukan transaksi dengan kesadaran dan ridha. Artinya, keduanya harus sepakat secara sukarela untuk melakukan transaksi tersebut tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak lain. Transaksi ini akan memberikan keadilan dan keberkahan dalam jual beli tersebut.
Syarat Jual Beli dalam Syariah
Jual beli dalam syariah memiliki sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar transaksi tersebut dianggap sah dan sesuai dengan ajaran syariah. Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai syarat-syarat jual beli dalam Islam:
Jual Beli Murabahah
Jual beli Murabahah adalah jenis transaksi jual beli di mana penjual mengungkapkan harga pokok barang kepada pembeli serta menambahkan keuntungan yang disepakati sebelumnya. Dalam konsep Murabahah, pembeli mengetahui dengan jelas biaya pokok barang serta keuntungan yang akan diperoleh oleh penjual. Untuk menentukan jumlah keuntungan, seorang penjual harus mempertimbangkan aspek komersial maupun sosial agar saling ta’awun (tolong menolong). Keuntungan yang diperoleh oleh penjual harus sudah ditentukan sebelum transaksi dilakukan, dan penjual tidak boleh menaikkan harga setelah transaksi terjadi. Murabahah biasanya digunakan dalam transaksi pembelian barang-barang seperti rumah, mobil, atau barang-barang lainnya.
Jual beli Salam adalah jenis transaksi jual beli yang dilakukan dengan cara pembayaran di muka untuk barang yang akan diserahkan di masa yang akan datang. Dalam Salam, pembeli membayar harga barang di awal transaksi dan penjual berjanji untuk mengirimkan barang tersebut pada waktu yang telah disepakati. Jual beli Salam biasanya digunakan dalam transaksi pertanian, di mana petani menerima pembayaran di muka untuk produk pertanian yang akan mereka hasilkan di masa depan. Contoh barang dalam transaksi jual beli Salam yang kerap ditemukan dalam sehari-hari adalah meja, kursi, atau barang-barang lainnya.
Adanya Akad atau Kesepakatan Jual Beli Antar Kedua Belah Pihak
Syarat kedua adalah adanya akad atau kesepakatan jual beli antara penjual dan pembeli. Akad merupakan perjanjian yang dilakukan secara lisan atau tertulis yang menetapkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan transaksi. Akad jual beli ini mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakan kewajiban dan hak-hak yang telah disepakati.